7 Prasasti Peninggalan Kerajaan Kutai
7 Prasasti Kerajaan Kutai Beserta Gambarnya - Kutai Martadipura merupakan kerajaan Hindu tertua berdasarkan bukti sejarah yang berhasil ditemukan, berdiri pada abad ke 4, terletak di Hulu Sungai Mahakam di Kalimantan Timur, tepatnya daerah yang sekarang menjadi Kabupaten Kutai Barat. Sumber utama untuk menggali lebih dalam sejarah kerajaan Kutai bisa kita lakukan dengan mengetahui beberapa peninggalan yang berhasil ditemukan.
Apa gunanya kita mengetahui Prasasti Kerajaan Kutai? Perlu anda ketahui, penamaan "Kutai" disepakati bersama oleh para ahli sejarah dari tempat ditemukannya Prasasti Yupa yang berjumlah 7 buah. Mungkin masih banyak peninggalan lain baik berupa prasasti maupun benda lain yang belum ditemukan. Nah, lantas apa saja peninggalan prasasti Kerajaan Kutai yang sudah ditemukan? berikut ini ulasannya secara lengkap.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Kutai
Prasasti Kerajaan Kutai (Yupa) di temukan pada tahun 1879 di Kalimantan Timur, tepatnya di Bukit Berubus, Muara Kaman. Pada awalnya hanya 4 buah prasasti yang berhasil ditemukan, namun setelah itu ditemukan kembali 3 prasasti yupa serupa lainnya.
Prasasti Kerajaan Kutai berbentuk tiang batu ini memiliki pahatan yang memiliki makna, ditulis menggunakan huruf Sanskerta dan aksara Pallawa, berasal dari abad ke V Masehi. Jika belum mengetahui pengertian prasasti, Baca : Pengertian Prasasti dan Fungsinya
Isi tujuh buah Yupa yang merupakan peninggalan prasasti Kerajaan Kutai ini menceritakan kehudupan politik, sosial, budaya dan agama. Dari prasasti ini juga kita dapat mengetahui bahwasanya Kerajaan Kutai mengalami masa kejayaan (keemasan) saat dipimpin oleh raja bernama Mulawarman. Berikut ini penjelasan isi 7 Prasasti Kerajaan Kutai :
1. Prasasti Kerajaan Kutai Menjelaskan : Kehidupan Politik
Dijelaskan mengenai berdirinya Kerajaan Kutai yang didirikan oleh Kudungga, kemudian pada masa pemerintahan raja Asmawarman diadakan sebuah upacara bernama Aswameda (pelepasan kuda untuk menentukan batas-batas wilayah Kerajaan Kutai. Asmawarman merupakan putera Kudungga sekaligus sebagai penggantinya dalam pemerintahan kerajaan. Diceritakan juga pergantian Raja Asmawarman oleh cucunya bernama Raja Mulawarman.
Pada masa Mulawarman kerajaan Kutai mencapai puncak kejayaan, ditandai dengan kesejahteraan rakyat. Hal ini tidak terlepas dari sikap Mulawarman yang sangat baik hari dan berbudi. Namun, sumber informasi mengenai pengganti Mulawarman belum ditemukan sampai sekarang, karena sumber-sumbernya sangat terbatas.
2. Prasasti Kerajaan Kutai Menjelaskan : Kehidupan Sosial
Prasasti Kerajaan Kutai juga menjelaskan kehidupan sosial di mana pada abad ke 4 Masehi sudah banyak masyarakat Indonesia mendapatkan pengaruh dari ajaran Hindu. Dengan menganut ajaran Hindu, masyarakat pada saat itu hidup rapi dan teratur serta berkembang dengan pola perkembangan zaman tanpa meninggalkan tradisi yang sudah dilakukan turun-temurun.
3. Prasasti Kerajaan Kutai Menjelaskan : Kehidupan Berbudaya
Isi Yupa selanjutnya menjelaskan tentang kehidupan berbudaya dalam perkembangan masyarakat kerajaan Kutai yang sangat erat kaitannya dengan agama yang dianut yakni Hindu. Tugu batu tersebut merupakan warisan budaya nenek moyang bangsa Indonesia pada jaman Megalitikum. Pada salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Kutai juga disebutkan mengenai tempat suci Vaprakecvara, yakni sebuah lapangan luas sebagai tempat pemujaan dewa Siwa.
4. Prasasti Kerajaan Kutai Menjelaskan ; Kehidupan Agama
Isi prasasti peninggalan kerajaan Kutai selanjutnya menceritakan kehidupan agama, dijelaskan bahwa perkembangan agama Hindu berlangsung pada masa Raja Asmawarman. Hindu merupakan agama resmi, berkembang sangat pesat di istana. Hanya sebagian masyarakat Kutai diluar istana yang menganut agama Hindu, selebihnya masih menganut kepercayaan asli mereka yakni Kaharingan (kepercayaan tradisional suku Dayak di Kalimantan).
Itulah beberapa gambaran isi prasasti kerajaan Kutai berbentuk tiang batu yang disebut dengan Yupa. Dari 7 yang berhasil ditemukan, tidak semuanya dalam kondisi fisik yang masih utuh, tetapi ada yang rusak, bahkan huruf-hurufnya sudah tidak bisa dibaca dengan jelas. Hal ini disebabkan karena ditemukan dalam kondisi terkubur beratus-ratus tahun.
Baca juga artikel terkait berikut ini :
Sumber Referensi :
- Nugroho Notosusanto, Marwati Djoened Poesponegoro. 1993. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Balai Pustaka. Hal 29-34.
- Wikipedia
Comments
Post a Comment